Beranda | Artikel
Khutbah Jumat Tentang Shirathal Mustaqim
Jumat, 25 Juni 2021

Khutbah Jumat Tentang Shirathal Mustaqim ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 14 Dzulqa’dah 1442 H / 25 Juni 2021.

Khutbah Pertama – Shirathal Mustaqim

Setiap manusia akan melewati jembatan di atas api neraka. Ia adalah jembatan shirath. Setiap manusia, setiap muslim, semua kita. Allah berfirman:

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا

Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali pasti melewatinya.” (QS. Maryam[19]: 71)

Jembatan shirath itu kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ

“Lebih tajam daripada pedang.”

Dan lebih lembut daripada rambut, ia sangat licin.

فِيهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ

“Padanya terdapat pencaplok dan kail-kaill yang siap mencaplok orang-orang yang melewatinya.”

Disaat itulah para Nabi dan Rasul berdoa:

اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ

“Ya Allah, selamatkan, selamatkan.”

Lalu berdirilah di samping kanan dan kiri dari jembatan Ash-Shirath itu amanah dan silaturrahim untuk menyaksikan setiap orang yang melewatinya.

Subhanallah, itu pasti terjadi dan pasti karena sesungguhnya itu diberitakan oleh Allah dan RasulNya.

Dan Ash-Shirath yang terbentang di atas api neraka adalah gambaran Ash-Shirath yang terbentang dan Allah pancangkan di dunia ini. Yaitu yang senantiasa kita minta kepada Allah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Berikan kepada kami Ya Allah hidayah menuju Ash-Shirath Al-Mustaqim.” (QS. Al-Fatihah[1]: 6)

Akan tetapi, saudaraku.. Untuk meniti jalan Ash-Shirath di dunia ini pun ternyata tidak mudah. Kalau di atas api neraka Shirath yang terbentang itu lebih tajam daripada pedang, demikian pula Shirath yang ada di dunia ini. Setiap orang yang melewati Shirath yang terbentang di dunia ini pasti diberikan ujian demi ujian dalam hidupnya. Ujian yang menyaring keimanan, karena itu sudah perkara yang pasti dan pasti setiap orang yang mengatakan saya beriman, maka dia akan diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia mengira akan dibiarkan berkata ‘kami beriman’ sementara dia tidak diuji?” (QS. Al-Ankabut[29]: 2)

Diuji dengan perintah, diuji dengan larangan, diuji dengan syahwat, diuji dengan syubhat, diuji dengan berbagai macam ujian berupa sakit, malapetaka, penyakit dan yang lainnya.

Ummatal Islam, akan tetapi ujian terberat yang kita hadapi di dunia ini adalah ujian syahwat dan syubhat. Disitu banyak kaki-kaki yang tergelincir. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mensifati shirath yang terbentang di atas api neraka, ternyata kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ

“Licin, membuat kaki tergelincir.”

Banyak di antara kita tergelincir ketika menghadapi ujian syahwat di mata kita.

Shirath yang terbentang di atas api neraka itu, kata Rasulullah bahwa di atasnya ada kail dan pencaplok. Demikian pula kita hidup di dunia, ketika berusaha berpegang diatas sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di atas Ash-Shirath Al-Mustaqim, di sana setan berusaha untuk mencaplok kita, mengkail kita. Setan ingin bagaimana kita tidak istiqamah di atas Ash-Shirath Al-Mustaqim tersebut. Setan ingin agar kita menjadi pengikut-pengikutnya. Itu sudah menjadi janji iblis. Ketika dikeluarkan dari surga, iblis berkata:

فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

Karena Engkau telah menyesatkan aku Ya Allah, aku akan sesatkan hamba-hambaMu dari jalanMu yang lurus.” (QS. Al-A’raf[7]: 16)

Berbagai macam cara setan untuk mengkail kita, untuk menyesatkan kita dari Shirath Al-Mustaqim tersebut.

Maka, saudaraku.. Keadaan kita ketika melewati jembatan shirath di atas api neraka, kata Al-Imam Ibnul Qayyim, sama dengan keadaan ketika kita melewati shirath di dunia ini. Di sana ada -kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- yang melewati jembatan shirath bagaikan kilat, ada lagi yang melewati jembatan shirath bagaikan kuda-kuda yang berlari cepat, ada lagi yang seperti manusia yang berlari, ada lagi yang berjalan, ada lagi yang tertatih-tatih walaupun dia akhirnya selamat.

Demikian seseorang ketika melewati jembatan shirath, mengikuti keadaan ketika ia melewati shirath yang ada di dunia ini. Siapa yang ingin selamat ketika melewati jembatan shirath itu, hendaklah kita istiqamah diatas jalan yang lurus.

Selalulah kita berusaha meminta kepada Allah agar Allah berikan kepada kita istiqamah. Maka dari itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperbanyak ucapan:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai yang membolak-balikkan hati, kokohkan hati kami diatas agamaMu.”

Betapa mudahnya hati kita terbolak-balik dizaman ini, karena fitnah di zaman ini luar biasa dahsyat. Fitnah di HP, fitnah di internet, di dunia maya, demikian pula yang kita lihat fitnah sangat dahsyat sekali. Banyak orang yang tergelincir oleh fitnah-fitnah tersebut sehingga ia tidak bisa istiqamah. Yang tadinya ia rajin shalat berjamaah kemudian ia pun menjadi lemah. Yang tadinya ia bisa shalat tahajud ternyata ia tak bisa lagi shalat tahajud. Yang tadinya ia bisa membaca Al-Qur’an satu harinya satu juz, ternyata sekarang ia sudah tak mampu lagi. Karena hatinya telah terkena debu-debu fitnah yang membuat imannya lemah, yang apabila ia biarkan iman itu lemah, ia akan semakin lemah yang akhirnya ia menjauhi Shirathal Mustaqim.

Ummatal Islam.. Maka setiap kita berpikir tentang nasib kita di dunia ini di atas shirath, sebab itu menentukan bagaimana keadaan kita berjalan di atas shirath di atas api neraka tersebut.

Khutbah Jumat kedua – Shirathal Mustaqim

Seorang muslim, yang ia pikirkan di dunia bagaimana ia bisa istiqamah diatas Shiratal Mustaqim. Karena untuk bisa istiqamah di atas Shirarhtal Mustaqim bukan haal yang mudah, saudaraku.

Di dunia kita hidup, banyak sekali fitnah-fitnah yang bisa menggoda keimanan. Al-Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitab Al-Wabilush Shayyib:

لا يستقيم القلب عبد إلا بشيئين…

“Tidak mungkin hati seorang hamba istiqamah kecuali dengan dua perkara”

Yang pertama:

أن تكون محبة الله تعالى تتقدم عنده على جميع المحاب

“Seseorang menjadikan kecintaan kepada Allah itu lebih diutamakan daripada kecintaannya kepada yang lainnya.”

Dan yang kedua:

تعظيم الأمر والنهى

“Mengagungkan dan membesarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Selama kita mengagungkan perintah Allah, selama kita mengagungkan larangan Allah dan di hati kita besar. Ketika kita jatuh kepada maksiat, kita merasa seakan-akan gunung akan menimpa kita. Maka itu pertanda hati kita masih istiqamah. Tapi ketika kita sudah meremehkan perintah Allah, meremehkan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu pertanda bahwasannya kita telah goyah, saudaraku sekalian.

Ummatal Islam.. Maka dari itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam senantiasa memohon kepada Allah kekuatan untuk senantiasa hatinya tidak dibolak-balikan, akan tetapi senantiasa istiqamah di atas jalanNya. Itulah yang kita senantiasa mohon kepada Allah, bahkan semua Nabi pun minta kepada Allah.

Ini dia Nabi Yusuf ‘Alaihish Shalatu was Salam memohon kepada Allah:

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

Ya Allah, wafatkan aku dalam keadaan muslim dan masukkan aku termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Yusuf[12]: 101)

Karena kesuksesan itu bukan di dunia. Anda menjadi orang kaya belum tentu sukses. Kesuksesan hakikatnya, kata Allah:

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Siapa yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah sukses. Dan tidaklah kehidupan dunia kecuali kesenangan yang menipu.” (QS. Ali-Imran[3]: 185)

Download mp3 Khutbah Jumat

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download “Shirathal Mustaqim” ini kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga menjadi pembukan pintu kebaikan bagi kita semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50334-khutbah-jumat-tentang-shirathal-mustaqim/